Pembatalan atau penundaan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
per 1 April 2012 beberapa hari lalu merupakan hasil perhitungan politik yang
ditandai oleh tarik menarik kepentingan politik dua kelompok yakni yang pro dan kontra rencana kenaikan
BBM. Lewat pemungutan suara, diputuskan bahwa pemerintah bisa menyesuaikan
harga BBM dengan syarat tertentu. Patokan yang digunakan adalah harga rata-rata
minyak Indonesia dalam periode berjalan mengalami perubahan harga rata-rata sebesar
15 persen dalam 6 bulan terakhir dari harga minyak dunia yang diasumsikan dalam
APBNP 2012.
Dalam UU APBN 2012 terdapat pasal 7 ayat 6 yang menyatakan harga
BBM bersubsidi tidak boleh naik. Disebutkan juga harga ICP diasumsikan 95 dolar
AS, tetapi faktanya ICP berada pada kisaran 120 dolar AS per barrell sehingga
subsidi menjadi menggelembung dan membesar. Kondisi ini menyebabkan ada
pengajuan UU APBN perubahan 2012 secara lebih dini.
Kenaikan harga minyak mentah mendorong pemerintah berada pada pilihan sulit dengan menaikkan harga BBM domestik untuk mengurangi subsidi yang katanya dinikmati oleh orang yang tidak berhak. Selalu ada risiko dalam pengambilan keputusan publik. Pilihan menetapkan subsidi BBM dengan pola tetap memberikan rasa aman dan kepastian anggaran pemerintah.
Kenaikan harga minyak mentah mendorong pemerintah berada pada pilihan sulit dengan menaikkan harga BBM domestik untuk mengurangi subsidi yang katanya dinikmati oleh orang yang tidak berhak. Selalu ada risiko dalam pengambilan keputusan publik. Pilihan menetapkan subsidi BBM dengan pola tetap memberikan rasa aman dan kepastian anggaran pemerintah.
Mahasiswa STIE Malangkucecwara Malang, Putu Dewa Esa, Rabu
mengatakan, bahwa keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) sudah tepat.
“Kalau menurut saya apa yang diputuskan pemerintah sudah sangatlah
tepat. Tapi sebaiknya juga harus diperhatikan dulu harga minyak dunianya dan
biaya-biayanya. Selain itu kan juga harus diperhatikan keadaan Negara itu
seperti apa,” katanya.
Penundaan
kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada keuangan negara, dengan perbesaran
angka defisit anggaran yang telah disetujui Pemerintah dan DPR pada APBN-P
2012, dari Rp124,02 triliun (1,53 persen dari PDB) menjadi Rp190,1 triliun
(2,23 persen dari PDB).
Putu
Dewa Esa menambahkan, “Dampak dari kenaikan bahan bakar minyak atau BBM
otomatis pendapatan Negara akan bekurang sehingga anggaran belanja negara harus
dikurangi. Lagi pula bahan bakar bersubsidi secara tidak langsung kan juga
dinikmati oleh masyarakat dan pemerintah sendiri dan biaya operasional tambah
kecil.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar